Militer.ID – Bela negara nampaknya menjadi hal yang selalu saja dikaitkan dengan kegiatan kemiliteran, sehingga seolah-olah kewajiban untuk bisa mempertahankan negara dan membela negara hanya ada pada Tentara Nasional Indonesia saja.
Padahal faktanya jika kita melihat pada pasal 30 UUD 194 sudah sangat jelas bahwa melakukan bela negara adalah hal dan kewajibat setiap warga negara RI. Bela negara merupakan bagian dari upaya warga negara untuk selalu sigap mempertahankan RI dari ancaman apapun.
Lalu, bagaimana pada akhirnya peringatan bela negara di tetapkan? Berikut adalah kronologi penting mengenai waktu penetapan bela negara.
19 Juni 1947, pasca hari kemerdekaan Indonesia, tepatnya setelah kemerdekaan gubernur wilayah Provinsi Sumatera Nomor 39 Bukittinggi di tetapkan sebagai bagian dari Ibu Kota Provinsi Sumatera dengan Gubernurnya Teuku Muhammad Hasan.
19 Desember 1948, saat masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Bukittingi, Sumatera Barat sangat berperan penting untuk menjaga kota ini dan ditunjuk sebagai salah satu ibukota yang ada di negara Indonesia setelah Yogyakarta di kuasai oleh Belanda. Atau saat itu dikenal dengan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), pencetusnya adalah Syarifruddin Prawiranegara.
BACA JUGA :
- Mengenal Taktik Perang Gerilya Tentara Nasional Indonesia
- Awal Mula Terbentuknya Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia
- Negara ‘zonder’ Tentara Tanpa Oerip Soemohardjo
Perjalanan singkat PDRI
Ini berawal sejak 19 Desember 1948, saat Yogyakarta dikuasai oleh Belanda dan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta serta beberapa menteri lainnya ditahan. Keputusan bahwa seluruh kekuatan TNI yang masih menduduki wilayah Yogyakarta harus keluar dari wilayah tersebut untuk kemudian bisa melakukan gerilya.
Angkatan perang saat itu tengah membagi-bagi wilayah pertahanan RI menjadi 2 komando, yaitu Jawa dan Sumatera. Untuk bisa melancarkan setiap rencananya maka telah disiapkan beberapa konsepsi baru dalam urusan pertahanan. Siasat ini akhirnya berhasil dilakukan untuk melawan para pasukan Belanda yang mempunyai senjata lengkap. Perlahan para TNI melakukan geriliya ke wilayah Yogyakarta. Disisi lain, di pulau Jawa siasat juga dijalankan dengan melakukan long march menuju Jawa Barat.
Memasuki tanggal 1 Maret 1949 akhirnya terjadi serangan umum pada kota Yogyakarta yang sebelumnya telah diduduki oleh Belanda. Penyerangan ini secara gamblang dilakukan TNI yang dipimpin Letnan Kolonel Suharto.
Awal penyerangan adalah dengan membentuk sektor agar bisa memudahkan proses pengepungan. Sektor barat yang di pimpin oleh Major Fentje Sumua, sektro selatan dan timur oleh Major Sarjono dan sektor utara oleh Major Kusno, sedangkan untuk sektor kota di pimpin oleh Letnan Amir Murtono.
Serangan benar-benar dilakukan dipenjuru kota, sehingga dalam waktu 6 jam, kota Yogya berhasil dikepung oleh TNI. Serangan umum ini berhasil meraih tujuan untuk mendukung kembali perjuangan secara diplomasi dan meninggikan moral rakyat dan juga TNI yang sedang melakukan gerilya.
PBB dan AS akhirnya mulai mengambil keputusan tegas terhadap apa yang dilakukan Belanda. Mereka memberikan tekanan serta ancaman. Akhirnya pada bulan Februari, Belanda sepakat untuk menyerahkan diri dan mengakui kemerdekaan Indonesia. Namun Belanda masih mendesak agar mengadakan perbicangan dengan pemeritah RI. Pada tanggal 6 Juli 1949, Pemeritah RI akhirnya bisa kembali Ke Yogyakarta.
18 Desember 2006, Presiden Republik Indonesia mulai memberikan keputusan untuk bisa mengenang sejarah pada tanggal 19 Desember 1948, yaitu saat masa-masa perjuangan PDRI. Akhirnya Pemerintah RI mulai membangun sebuah Monumen Nasional Bela Negara di kawasan yang pernah menjadi salah satu basis PDRI, dengan luas area 40 hektar, tepatnya di Jorong Sungai Siria Nagarai Koto Tinggi, Sumatera Barat. Kemudian dengan tegas, peristiwa tersebut ditetapkan pada tanggal 19 Desember sebagai peringatan hari Bela Negara.
Makna Bela Negara
Sedangkan makna bela Negara sampai saat ini masa selalu dipersepsikan dengan upaya perjuangan bangsa saat menghadapi ancaman untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada beberapa periode:
- Periode I, Perang Kemerdekaan pada tahun 1945-1949
Pasca kemerdekaan 1945, tidak lantas membuat Indonesia bisa hidup dengan damai tanpa ada usikan dari pra penjajah. Karena faktanya masih ada peristiwa lain yang cukup mencekam dan membuat Indonesia harus membentuk PDRI seperti yang sudah disampaikan sebelumnya. Dalam periode ini bela negara masih digambarkan dengan perang kemerdekaan Indonesia.
- Periode II pada tahun 1950 – 1965
Dalam rangka menghadap adanya beragam pemberontakan serta gangguan keamanan yang terjadi di dalam negeri, maka bela negara dipersepsikan dan diidentikan dengan setiap upaya pertahanan keamanan, baik yang bersenjata ataupun yang tidak bersenjata.
- Periode III memasuki masa Orde Baru 1966 – 1998
Dalam upaya menghadapi peristiwa ATHG maka dikembangkan serta diterapkan konsep pertahanan nasional. Oleh sebab itu, bela negara pada periode ini akan sangat diidentikan dengan ketahanan nasional. Pada periode ini juga ikut serta semua warga negara selalu diselenggarakan lewat berbagai macam aspek kehidupan secara nasional.
- Periode IV memasuki masa Orde reformasi 1998 – sekarang
Selanjutnya periode bela negara memasuki masa orde reformasi pada tahun 1998 hingga sekarang. Bela negara dipersepsikan sebagai salah satu upaya untuk bisa mengatasi beragam krisis yang tengah terjadi dan sedang dihadapi oleh setiap bangsa Indonesia. Pada periode tersebutlah keikut sertaan tiap warga dalam rangka melakukan bela negara harus disesuaikan dengan kemampuan serta profesi masing-masing.
Itulah sekilas mengenai peringatan bela negara dalam pusaran sejarah. Ya, 1945 menjadi bukti kemerdekaan bukan akhir dari penjajahan. Karena pasca kemerdekaan masih ada peristiwa penting lain yang mempertaruhkan nyawa dan sangat menegangkan. Saat ini tentunya Indonesia patut berbangga karena keadaan mencekam telah berakhir. Namun biar begitu, bela negara harus bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, guna menghargai masa-masa sulit kemerdekaan RI.