Mengenal Pahlawan Nasional Dengan Latar Belakang Tenaga Kesehatan

Prof Dr Moestopo Pahlawan Kesehatan

Militer.ID Seluruh rakyat Indonesia merayakan hari kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus sesuai tanggal pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 lalu. Kemerdekaan Indonesia sejatinya tidak lepas dari jasa para pahlawan yang menyerahkan seluruh jiwa dan raganya demi lepas dari cengkraman para penjajahan. Sejak dahulu sejatinya banyak pahlawan nasional yang berjasa yang memiliki latar belakang tenaga kesehatan. Siapa saja kah mereka?

FERDINAND LUMBAN TOBING

Ferdinan Lumban Tobing Pahlawan Nasional Kesehatan
Ferdinan Lumban Tobing 

Lahir di Sibuluan, Sibolga, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara pada tanggal 19 Februari 1899. Lulus pada tahun 1924 dari Sekolah Kedokteran STOVIA di Jakarta. Beliau termasuk yang memiliki segudang karir gemilang, diantaranya beliau merupakan dokter bagian penyakit menular di rumah sakit SBZ, yang sekarang bernama Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Selama menjalani profesi sebagai dokter beliau banyak berpindah tempat. Beberapa tahun di RSCM, kemudian pindah ke Tenggarong, Kalimantan Timur, dan selanjutnya ke Surabaya, Jawa Timur. Disana beliau menjalani tugas sampai tahun 1935 kemudian dipindahkan kembali ke daerah Tapanuli tepatnya di Padang Sidempuan kemudian pindah lagi ke Sibolga, tanah kelahirannya.

Di era kependudukan Jepang beliau merupakan dokter pengawas kesehatan romusha. Pernah juga menjabat sebagai ketua Syu Sangi Kai (Dewan Perwakilan Daerah) di Tapanuli, di samping sebagai anggota Cuo Sangi In, beliau juga merupakan seorang residen Tapanuli sejak Oktober 1945.

Pernah menjabat sebagai Gubernur Militer Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan. Bahkan beliau adalah Menteri Penerangan dan Menteri Kesehatan pada kabinet Ali I (Juli 1953-1955). Kemudian beliau juga pernah menjadi Menteri Urusan Hubungan Antar Daerah, dan terakhir menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Transmigrasi. Beliau tutup usia pada tanggal 7 Oktober 1962 dalam usia 63 tahun, dan dimakamkan di tanah kelahirannya di Kolang, Sibolga.

MOESTOPO

Prof Dr Moestopo

Mayor Jendral TNI (Purn.) Prof. Dr. Moestopo lahir di Ngadiluwih, Kediri, Jawa Timur pada tanggal 13 Juli 1913. Menempuh pendidikan di Sekolah Kedokteran Gigi (STOVIT) di Surabaya. Selanjutnya pada tahun 1937 beliau menjadi asisten dokter gigi dan dari tahun 1941-1942 menjabat menjadi asisten Direktur STOVIT.

Setelah Jepang menjajah Indonesia pada tahun 1942,  beliau menjabat sebagai dokter gigi militer bagi Jepang namun kemudian ditangkap oleh Kempeitai sebagai tersangka Indo (orang campuran Eropa dan Indonesia). Setelah lulus beliau diberi komando oleh Pasukan Komando PETA di Sidoarjo dan dipromosikan menjadi Komandan pasukan pribumi melindungi Gresik dan Surabaya.

Berpangkat Jenderal penuh dengan tugas sebagai Kepala BKR (Badan Keamanan Rakyat) Karesidenan Surabaya, penanggung jawab Revolusi Jawa Timur dan menjabat juga sebagai Menteri Pertahanan AD. Interim Republik Indonesia (18 Agustus-18 November 1945).

Setelah perang, beliau di pindah ke Jakarta pada tahun 1952 dan menjabat sebagai Kepala Bagian Bedah Rahang di Rumah Sakit Angkatan Darat (sekarang bernama RS Gatot Subroto), kemudian beliau mulai melatih dokter gigi memberi pelatihan dasar dalam kebersihan gizi dan anatomi pada waktu libur di rumahnya.

Beliau pun meresmikan kursus kedokteran gigi di rumahnya pada tahun 1957, kemudian berangkat ke Amerika Serikat untuk mengikuti pelatihan. Pada tahun 1958 beliau mendirikan Pendidikan Dr. Moestopo, yang terus berkembang menjadi universitas pada 15 Februari 1961 dan di tahun yang sama beliau mendapat gelar Doktor dari Universita Indonesia. Beliau tutup usia pada tanggal 29 September 1986 dalam usia 73 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Cikutra, Bandung.

SOEHARSO

Prof Dr R. Soeharso 

Prof. Dr. Soeharso lahir di Desa Kembang di lereng Gunung Merbabu, Ampel, Boyolali, Jawa Tengah pada tahun 1912. Menempuh pendidikan di Sekolah Kedokteran (NIAS) di Surabaya, lulus pada tahun 1939 dan mendapat gelar Indisch Arts dan terus memperdalam ilmu bedah hingga mencapai Dokter Spesialis Ahli Bedah.

Pada tahun 1950 beliau dikirim ke Inggris oleh Kementrian Kesahatan untuk memperdalam ilmu di bidang prosthese. Karir beliau dimulai dari bekerja di Rumah Sakit Umum CBZ Surabaya, pada masa revolusi dan banyak sekali menolong merawat para pejuang gerilya.

Beliau bertugas di wilayah utara Ampel, Boyolali sampai dekat Salatiga. Kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Jebres untuk mengirim obat-obatan ke garis depan. Seringkali menyamar sebagai petani agar dapat menerobos penjagaan Belanda. Beliau juga sebagai Pemimpin Umum Usaha Prosthese dan mendirikan Pusat Rehabilitas Centrum Penderita Cacat Tubuh di Surakarta dan menjadi Supervisornya.

Pada tahun 1953 beliau mendirikan Rumah Sakit Orthopedie dan Yayasan Pemeliharaan Anak-anak Cacat di Surakarta. Kemudian mendirikan lagi yayasan kedua dengan nama The Foundation for The Care of Crippled Children (Yayasan untuk menolong anak-anak lumpuh). Beliau tutup usia pada tanggal 27 Februari 1971 dalam usia 59 tahun dan dimakamkan di Surakarta.

ABDULRACHMAN SALEH

Prof. Dr. Sp. F. Abdulrachman

Marsekal Muda (Anumerta) Prof. Dr. Sp. F. Abdulrachman Saleh lahir di Kampung Ketapang Kwitang Barat Jakarta pad tanggal 1 Juli 1909. Beliau menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hooge School) di Batavia dan memperdalam ilmu dibidang Faal.

Beliau pernah tergabung dalam organisasi Indonesische Padvinderij Organisatie (INPO) dan berganti nama menjadi Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) juga Aeroculb di Kemayoran Jakarta dan mendapatkan brevet terbangnya.

Karir beliau sebagai dokter dan dosen di NIAS Surabaya, sebuah Perguruan Tinggi Kedokteran TNI untuk membentuk Angkatan Udara Nasional bersama dengan Adi Sutjipto dan bersama-sama menjadi instruktur penerbang di Yogyakarta.

Beliau pernah menjabat menjadi Komandan Pangkalan Udara Maospati Madiun dan mendirikan Sekolah Teknik Udara dan Sekolah Radio Udara di Madiun. Saat bersama Adi Sutjipto bertugas ke India untuk mencari bantuan berupa instruktur dan obat-obatan, mereka bertemu seorang industrialis India bernama Pat Naik yang bersedia meminjamkan pesawatnya jenis Dakota India VT-CLA ke Yogyakarta dengan membawa sumbangan obat-obatan dari Palang Merah Malaya untuk Palang Merah Indonesia.

Tanggal 28 Juli 1947 pers dan radio Malaya telah menyiarkan bahwa pesawat tersebut akan tiba keesokan harinya tanggal 29 Juli 1947, namun takdir berkata lain, menjelang sore hari pesawat tersebut hendak mendarat di Pangkalan Udara Maguwo dari arah utara muncul dua pesawat Mustang Belanda dan memberikan serangan bertubi-tubi ke pesawat Dakota itu.

Pesawat akhirnya hilang kendali dan membuat pendaratan darurat ke arah selatan Yogyakarta namun tidak berjalan lancar dan membentur pohon sehingga pesawat terbelah dua dan terbakar. Semua awak pesawat meninggal termasuk Dr. AbdulRachman Saleh dan Adi Sutjipto, hanya 1 orang yang selamat yaitu Gani Handonotjokro. Beliau tutup usia dalam umur 38 tahun.

Menjadi tenaga kesehatan atau medis, sesungguhnya tidak membatasi seorang patriot untuk menjadi pahlawan nasional. Mereka dengan keahlian yang dimiliki, berusaha sekuat tenaga berkontribusi mengisi kemerdekaan karena rasa cintanya kepada Bangsa Indonesia.

Exit mobile version