Militer.id – Sebenarnya, ada banyak pahlawan wanita di Indonesia yang ikut berjuang melawan Belanda di masa lampau. Selain Kartini yang sangat dikenal dengan baik sebagai pahlawan wanita di Indonesia sampai saat ini. Masih ada juga pahlawan lainnya salah satunya yaitu Cut Nyak Dien yang berasal dari daerah Aceh. Nyak Dien juga dijuluki sebagai the queen of Aceh battle, berkat ketangguhannya melawan Belanda.
Cut Nyak Dien juga dijuluki sebagai Singa Betina yang berasal dari Rencong Aceh yang hampir selalu ikut terjun secara langsung ke medan perang. Pahlawan sejati ini tidak terima tanah kelahirannya dijadikan wilayah jajahan asing. Nyak Dien juga mengikuti langkah suaminya yaitu Teuku Umar, yang juga ikut berperang melawan Belanda. Teuku Umar juga wafat ditangan penjajah pada tahun 1899. Namun, Nyak Dien meyakinkan para pejuang lainnya bahwa perang gerilya masih akan diteruskan selama dirinya masih hidup. Pejuang wanita sejati ini tumbuh di tengah lingkungan yang sangat memegang tinggi kehidupan beragama, yaitu agama Islam.
Kemurkaan Cut Nyak Dien Sebagai Srikandi Aceh Kepada Belanda
Ada sekitar tiga fragmen yang terjadi di hidup Nyak Dien pada saat itu, yang membuatnya sangat murka sebagai seorang pejuang wanita yang gagah berani. Yang pertama adalah pada saat suami pertamanya yaitu Ibrahim Lamnga yang gugur di tangan Belanda pada tahun 1878. Pada saat itu ia merasa sedih sekaligus marah karena ia tidak ikut berperang dengan suaminya, tetapi mengungsi ke tempat yang aman. Ia pun bersumpah akan menghancurkan sekaligus mengusir Belanda dari Aceh yang saat itu disebut dengan Serambi Mekah.
Baca Juga : LAKSAMANA KEUMALAHAYATI : SOSOK WANITA PEMIMPIN ANGKATAN PERANG
Setelah ditinggalkan suaminya, di tahun 1880 Nyak Dien menikah untuk yang kedua kalinya bersama Teuku Umar. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menikah dengan lelaki pertama yang akan membalaskan dendamnya pada Belanda. Teuku Umar pun mengajaknya memerangi Kaphe Ulanda atau Belanda Kafir bersama-sama.
Namun sayangnya, Teuku Umar pun tewas di tangan Belanda di tahun 1899. Hal itu menjadi kemurkaan Nyak Dien berikutnya kepada Belanda. Suami keduanya harus ikut tewas dalam penyerangan terhadap Belanda.
Akhirnya, Nyak Dien pun menjadi wanita Aceh yang berada di garda terdepan yang melawan Belanda setelah suaminya meninggal dunia. Kemurkaan ketiga dari Nyak Dien adalah, ketika ia ditangkap oleh Belanda karena hasil laporan dari orang kepercayaannya kepada Belanda di tahun 1905.
Ujung Perjuangan dari Cut Nyak Dien Kepada Belanda
Nyak Dien selalu mengobarkan gelora dan semangat rakyat Aceh dalam melawan Belanda. Bahkan setelah Teuku Umar meninggal dunia, ia terus mengacungkan rencong ketika berperang melawan Belanda. Ketangguhan Beliau membuatnya hidup dikelilingi oleh orang-orang yang setia kepadanya. Salah satunya adalah Pang La’ot. Dalam perjalanannya melawan Belanda, panglima Aceh yang berjuang bersama gugur satu per satu. Ia pun menerapkan konsep gerilya dengan keluar masuk hutan untuk merecoki Belanda.
Pang Laot pun ikut berjuang bersama Nyak Dien, tetapi semakin hari keyakinannya semakin menipis akan kemenangan. Karena jumlah prajurit yang semakin berkurang dan tewas di tangan Belanda. Akhirnya Pang Laot pun memberitahu Belanda keberadaan Nyak Dien, karena kasihan kepada Beliau yang sudah sakit-sakitan dan matanya rabun.
Walaupun begitu, Pang Laot meminta Belanda untuk tetap memberlakukan Nyak Dien dengan baik walaupun menangkapnya. Akhirnya Belanda menangkap Cut Nyak Dien dan tetap memperlakukannya dengan baik sesuai kesepakatannya dengan Pang La’ot. Dan ia pun diasingkan di daerah Sumedang supaya tidak melawan lagi pada Belanda. Hingga akhir hayatnya di tahun 1908.