Militer.id – Selain A. Yani, masih banyak lagi jendral lainnya yang juga menjadi korban peristiwa G30s yang dibantai dan dibunuh di lubang buaya. Salah satunya adalah Donald Isaac Panjaitan. Ia lahir di Tapanuli yang ketika tumbuh dewasa ia bergabung dengan anggota militer. DI Panjaitan dengan pemuda lainnya juga sempat membentuk TKR atau Tentara Keamanan Rakyat. Yang sampai saat ini dikenal dengan nama TNI.
Setelah agresi militer yang ke II setelah Indonesia merdeka, ia pun diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Keinginannya untuk menjadi tentara memang sudah ada sejak dahulu. Sehingga, ketika ada kesempatan ia pun ikut bergabung dengan militer sampai akhir hayatnya.
Karirnya di dunia militer terus berkembang dan semakin meningkat. Hampir seluruh sisa hidupnya memang ia habiskan di dunia militer tersebut. Saat masuk ke masa revolusi, Beliau menemukan banyak mantan romusha yang kemudian menjadi gelandangan. Dibawalah orang-orang itu untuk menjadi pengawal/pembela negara.
Jabatan Terakhir DI Panjaitan Asisten Logistik AD
TKR Pekanbaru dan TKR Tapanuli saling berhubungan dan saling membantu ketika mereka kekurangan logistik terutama beras. Banyak kain milik sekutu yang berasal dari Singapura dibarter atau ditukar dengan beras. Penukaran kain dengan beras tersebut dipimpin langsung oleh T.D Pardede.
Panjaitan juga terlibat di dalam Pusat Perbekalan Pemerintah dan menjadi pemimpinnya. Perbekalan tersebut ditujukan untuk orang-orang yang bergerilya di pedalaman-pedalaman Sumatera.
Panjaitan juga terpaksa melakukan usaha penyelundupan karena kekuatan akan blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda melalui jalan laut. Di bulan Desember 1949, DI Panjaitan pun bertugas di Teritorium I Bukit Barisan serta Komando Tentara. Pangkatnya pun sudah mulai naik menjadi mayor pada tahun 1952.
Tahun 1956 Panjaitan mengikuti Kursus Atase Militer yang dikirim ke Bonn Jerman Barat. Panjaitan mulai diangkat menjadi Asisrten Logistik di Panglima Angkatan Darat pada saat A. Yani diangkat menjadi orang nomor satu di area Angkatan Darat. Di tahun 1963 naik pangkat menjadi Brigadir Jendral. Ia merupakan salah satu orang terdekat A. Yani sehingga ia pun masuk ke dalam daftar penculikan kasus G30s.
Baca Juga : BANTENG RAIDERS: PERJUANGAN AHMAD YANI MELAWAN GERAKAN SEPARATIS NKRI
Cerita Tragis Panjaitan di Saat-saat Terakhir Hidupnya
Peristiwa naas itu terjadi di tanggal 1 Oktober 1965. Sepasukan penculik yang dipimpin oleh Sersan Sukarjo masuk ke rumah Panjaitan di daerah Kebayoran Baru. Walaupun pagarnya terkunci tetapi pasukan penculik itu masih bisa masuk ke rumah dengan cara meloncati pagar.
Pintu depan rumah dihujani dengan tembakan, hingga semua orang yang berada di lantai 2 turun ke bawah. Panjaitan pun mengambil pistolnya dengan sigap tetapi sayangnya pistol tersebut macet. Dengan mengenakan pakaian militer lengkap dengan tanda pangkatnya, ia pun turun ke lantai bawah. Ia tak menggubris teriakan keponakannya yang menyuruhnya untuk tidak turun ke bawah dan menyerah pada para penculik itu.
Panjaitan pun berdoa dengan khusyuk dan disaksikan oleh anak perempuannya. Namun, para penculik itu langsung memukul kepala Panjaitan yang sedang berdoa. Lalu ia ditembak dengan pistol. Setelah itu para penculik membawanya ke lubang buaya dalam keadaan sudah meninggal.
Jenazah para pahlawan revolusi termasuk DI Panjaitan, ditemukan beberapa hari kemudian di lubang buaya. Pada hari itu yaitu 5 Oktober 1965 dinobatkan sebagai mayor jendral yang diangkat menjadi pahlawan revolusi.