Pangeran Diponegoro : Sejarah Keteladanan saat Perjuangan

Pangeran Diponegoro atau yang juga dikenal sebagai Bendara Pangeran Harya Dipanegara lahir pada tanggal 11 November 1785 di Ngayogyakarta Hadiningrat adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia yang mendapat pengakuan melalui Keppres No. 87/TK/1973 tanggal 6 November 1973 pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Catatan Hidup Singkat Pangeran Diponegoro

Pangeran Harya Dipanegara merupakan anak pertama dari Sri Sultan Hamengkubuwana III, raja ketiga di Kasultanan Yogyakarta. Beliau memiliki nama Bendara Raden Mas Antawirya semasa kecilnya dan memiliki nama Islam Ngabdul Kamid.

Pangeran Harya Dipanegara juga dikenal sebagai Panglima perang di Tanah Jawa karena berhasil memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa pada tahun 1825 sampai dengan tahun 1830 melawan pemerintah Hindia Belanda.

Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia, dengan korban mencapai 8.000 serdadu Hindia Belanda, 7.000 pribumi, dan 200 ribu orang Jawa. Bahkan, perang ini juga menyebabkan kerugian materi hingga 25 juta Gulden.

Ketika Pangeran Diponegoro merasa terdesak, akhirnya beliau setuju untuk membuat perundingan dengan Jenderal De Kock yang merupakan Gubernur Hindia Belanda kala itu. Hal tersebut menjadi sebuah jalan dari Hindia Belanda untuk memperlemah perlawanan Pangeran Diponegoro.

Hingga pada akhirnya, Pangeran Harya Dipanegara menyerahkan diri dan diasingkan ke Makasar hingga wafat di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855 pada usia 69 tahun.

Peninggalan Sejarah Pangeran Diponegoro

Banyak sekali peninggalan sejarah yang berasal dari Pangeran Diponegoro diantaranya:

1. Keris Diponegoro

Pangeran Harya Dipanegara terkenal selalu membawa keris. Keris-keris milik Beliau masih tersimpan dan dirawat dengan baik, seperti Keris Kyai Omyang yang tersimpan di Museum Sasana Wiratama, Yogyakarta, Keris Kyai Wisa Bintulu yang tersimpan di Gedong Pusaka Keraton Yogyakarta, dan Keris Kyai Nogo Siluman yang sempat hilang dan ditemukan di Belanda.

Pada tanggal 10 Maret 2020, Keris Kyai Nogo Siluman dikembalikan oleh Raja Willem Alexander secara langsung kepada Presiden Joko Widodo.

Keris yang dianggap paling sakti yakni Keris Kyai Ageng Bondoyudo yang merupakan peleburan tiga pusaka, yakni Keris Kyai Surotomo, tombak Kyai Baru Tobo, dan Keris Kyai Abijaya yang dikuburkan bersamaan dengan Pangeran Diponegoro.

2. Tongkat Diponegoro

Pangeran Harya Dipanegara memiliki tongkat dinamakan Kanjeng Kiai Tjokro yang disimpan di Galeri Nasional Indonesia. Tongkat ini selalu dibawa oleh Beliau setiap berziarah ke tempat suci untuk berdoa.

3. Babad Diponegoro

Babad Diponegoro merupakan kumpulan puisi jawa (tembang macapat) setebal 1.170 halaman folio yang menceritakan sejarah nabi dan sejarah Pulau Jawa yang ditulis langsung oleh Pangeran Diponegoro sendiri.

Tulisannya menggunakan aksara Arab pegon (tanpa tanda baca) dan aksara Jawa yang kemudian ditulis oleh juru tulis. Saat diasingkan di Makassar, Pangeran Harya Dipanegara menulis Primbon yaitu tasawuf atas cara berpikir dan kebudayaan Jawa.

Keteladanan dari Sosok Pangeran Diponegoro

Dari perjuangan yang telah dilakukan Pangeran Diponegoro dalam melawan pemerintah Hindia Belanda terdapat beberapa keteladanan yang dapat diambil dari Pangeran Diponegoro, sebagai berikut:

1. Beliau adalah penunggang kuda yang hebat. Beliau memiliki kandang kuda yang sangat besar di Tegalrejo serta memiliki lebih dari 60 pengurus kuda hanya untuk memotong rumput dan merawat kuda-kudanya.

Salah satu kuda yang paling favorit adalah Kyai Gentayu. Seekor kuda hitam berkaki putih. Kuda inilah yang menjadi pusaka hidup karena selalu dibawanya ke medan peperangan.

2. Senang berziarah yang dilakukan secara rutin hingga dapat menempuh jarak sampai 100 kilometer per hari.

3. Sangat suka berkebun dan berperan aktif dalam perencanaan dan pengembangan tanah di Tegalrejo.

4. Sudah jelas memiliki sikap cinta tanah air yang tinggi karena Beliau rela berkorban demi Tanah Air.

5. Memiliki sikap berani mengambil rIsiko dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambil.

Sebagai penghargaan atas jasa Pangeran Diponegoro, di beberapa kota besar di Indonesia nama beliau dijadikan nama jalan seperti Jalan Diponegoro, kemudian di Semarang terdapat Universitas Diponegoro dan juga Kodam IV/Diponegoro.

Exit mobile version