Sosok Pahlawan Nasional dari Keluarga Bangsawan

Raden Mas Soerjopranoto

Militer.ID – Raden Mas Soerjopranoto yang lahir pada tanggal 11 Januari 1871 di Pakualaman pada masa Hindia Belanda adalah orang ke-3 yang diberikan gelar Pahlawan Nasional Indonesia, oleh Presiden Republik Indonesia,Soekarno dan dianugrahi secara anumerta menjadi Mahaputra tingkat II Republik Indonesia.

Soerjopranoto merupakan Pahlawan Nasional yang berasal dari keluarga bangsawan. Putra sulung dari Kanjeng Pangerang Harya (KPH) Surjaningrat dan KI Hajar Dewantara adalah adik dari Soerjopranoto. Ayahnya adalah putra tertua dari Pakualam III. Akan tetapi sangat disayangkan karena ayahnya harus batal naik tahta akibat terserang penyakit mata hingga mengalami kebutaan.

Raden Mas Soerjopranoto

Soerjopranoto dianggap memiliki pemikiran yang kritis sehingga dikhawatirkan dapat membahayakan Belanda. Hingga akhirnya, Soerjopranoto mendirikan organisasi yang diberi nama Mardi Kaskaya pada tahun 1900 dan diurus oleh kerabat Pakualaman.

BACA JUGA :

Organisasi ini merupakan sebuah koperasi simpan pinjam. Akan tetapi tidak berlangsung lama, koperasi yang didirikannya membuat para renternir pada masa itu merasa ruang geraknya terganggu, hingga akhirnya Soerjopranoto disekolahkan oleh kolonial Belanda di Middlebare Landbouw School atau Sekolah Menengah Pertanian di daerah Bogor.

Dan pada tahun 1901 Soerjopranoto mendirikan club yang merupakan sebuah perpustakaan sederhana. Club tersebut diberi nama Societeit Soetrohardjo.

Setelah menyelesaikan pendidikan, Soerjopranoto bekerja menjadi pegawai di kantor pemerintah kolonial di Tuban. Hingga suatu waktu Soerjopranoto memukul seorang pejabat kolonial Belanda yang mengakibatkan dirinya dipecat.

Lalu setelah dari Tuban, ia melanjutkan bekerja sebagai wedono sentono atau hampir mirip dengan kepala bagian administrasi istana di Praja Pakualaman dengan pangkat panji. Setelah itu Soerjopranoto melanjutkan menjabat sebagai Sekretaris Pengurus Besar di Yogyakarta.

Soerjopranoto termasuk orang yang sangat aktif dalam organisasi-organisasi pergerakan kemerdekaan. Salah satunya adalah organisasi Boedi Oetomo. Dalam organisasi Boedi Oetomo, Soerjopranoto diangkat menjadi Sekretaris pengurus besar Boedi Oetomo. Jabatan tersebut diduduki setelah periode Dwidjosewojo.

Akan tetapi, lama-kelamaan Soerjopranoto beranggapan bahwa organisasi Boedi Oetomo pergerakannya dinilai lambat dan kurang berpihak terhadap rakyat. Sampai akhirnya Soerjopranoto mengundurkan diri dan kemudian membentuk Barisan Kerja Adhi Dharma yang bergerak dibidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan hukum. Seluruhnya menggunakan asas gotong royong.

Organisasi Adhi Dharma yang dibentuk oleh Soerjopranoto disusun seperti dalam ketentaraan, hingga ke pelosok-pelosok dusun, di lereng-lereng dan puncak-puncak gunung ada wakil-wakilnya. Anggotanya pun diberikan pangkat seperti dalam kemiliteran.

Selain itu, Soerjopranoto juga mengadakan kursus pemberantasan buta huruf, serta kerajinan tangan untuk kaum hawa dan juga membuka biro-biro penasihat hukum. Kursus yang diadakan oleh Soerjopranoto diperuntukkan bagi warga desa, yang pada saat itu kurang terpelajar. Sekolah untuk rakyat juga didirikan oleh Soerjopranoto, yaitu S.R.-S.M.P.-Sekolah Guru-Schakel-School.

Ada banyak kegiatan yang dilakukan di dalam sekolah tersebut, diantaranya seperti mengadakan ceramah atau diskusi tentang kemasyarakatan dan pergerakan. Hingga menghasilkan Yong Islamieten Bond yang diketuai oleh Sjamsuridjal, hingga dikemudian hari dirinya menjadi Walikota pertama di Jakarta.

Dengan kecerdasan yang dimiliki oleh Soerjopranoto, ia pun sempat menerbitkan buku yang berjudul “Pemimpin Landraad Civiel” yang berisi tentang hukum acara perdata dan pidana dengan gaya bahasa yang dibuat sederhana dan mudah dipahami. Buku keduanya berjudul “Kekuatan Bathin” (de kracht die overwint).

Karena pergerakannya dinilai berbahaya oleh kolonial  Belanda akhirnya pergerakan tersebut dihentikan. Kemudian di tahun 1911 Soerjopranoto aktif dalam Partai Sarikat Islam. Karena dirinya dinilai begitu aktif, tangkas, dan berani, ia pun dapat menduduki tempat sebagaui pembantu Tjokroaminoto yang utama.

Soerjopranoto meninggal dunia pada tanggal 15 Oktober, di Cimahi, Jawa Barat, pada saat masuk usia yang ke-88 tahun. Dan dimakamkan pada tanggal 17 Oktober 1959 di Kota Gede Yogyakarta dengan upacara pemakaman sebagai perwira tinggi.

Exit mobile version