Sejarah Pasukan Siliwangi: Perlawanan Agresi Militer Belanda

Komando Daerah Militer (Kodam) III/Siliwangi adalah komando kewilayahan pertahanan kawasan Jawa Barat. Kodam Siliwangi merupakan salah satu angkatan bersenjata yang membela negara sejak zaman penjajahan yang dikenal sebagai sejarah Pasukan Siliwangi. Seperti contohnya, turun dalam medan perang melawan Belanda dan mengatasi pemberontakan bersenjata.

Sejarah Singkat Terbentuknya Kodam Siliwangi

Awal mula terbentuknya pasukan Siliwangi tidak lepas dari proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan oleh presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Lima hari setelah pembacaan teks proklamasi, pemerintah membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang bertujuan sebagai wadah para pejuang.

Tepat pada tanggal 05 Oktober, BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pergantian nama disepakati karena Indonesia terus mendapat tekanan dari luar negeri yang terus meningkat.

Petinggi Militer Jawa Barat menanggapi keputusan pemerintah dengan membentuk Komandemen-I TKR yang menaungi 3 divisi.

Divisi tersebut diantaranya, Divisi-I yang meliputi Karesidenan Banten dan Bogor. Markas divisi ini berlokasi di Serang, Banten. Divisi-II meliputi Karesidenan Jakarta dan Cirebon.

Markas Divisi-II terletak di Linggarjati. Sementara, Divisi-III mencakup wilayah Karesidenan Priangan yang bermarkas di Bandung.

Pasukan Siliwangi pada Agresi Militer

Sebelum berlangsungnya Agresi Militer Belanda Pertama, terbentuklah Divisi Siliwangi yang bertanggung jawab membawahi ketika divisi tersebut. Selama beberapa periode, nama ini terus mengalami perubahan.

Perubahan nama pertama pada 24 Juli 1950, menggunakan nama Tentara dan Teritorium (TT) III Siliwangi. Diganti lagi menjadi Kodam IV/Siliwangi pada 24 Oktober 1959.

Kemudian, pada tanggal 2 Februari 1985 hingga saat ini dikenal dengan Kodam III/Siliwangi. Peristiwa Agresi Militer I pada 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947 membuat seluruh pasukan Siliwangi terpaksa mundur.

Para angkatan bersenjata menyebar ke hutan dan pedalaman. Di tempat inilah dimulainya pertempuran secara gerilya. Meskipun pernah dipukul mundur saat agresi pertama, pasukan Siliwangi berhasil membuat serdadu Belanda ketakutan.

Angkatan bersenjata Siliwangi menggunakan taktik hit and run. Aksi tersebut berhasil menewaskan beberapa tentara lawan.

Berdasarkan catatan sejarah, dalam peristiwa agresi militer pertama angkatan bersenjata mampu menewaskan sekitar 169 orang tentara Belanda.

Namun, saat pasukan Siliwangi menerapkan gerilya, jumlah serdadu Belanda yang tewas mengalami peningkatan menjadi 597 orang.

Tentara Siliwangi Pasca Agresi Militer

Aksi pasukan Siliwangi tidak berlangsung lama, perjanjian Renville memaksa divisi ini meninggalkan kandangnya. Kodam III/Siliwangi bergabung dengan pasukan inti dari Jawa Tengah.

Terusirnya divisi ini dari Jawa Barat dan bergabung dengan divisi lain merupakan keputusan yang sangat sulit bagi semua personel.

Akan tetapi, kedatangan pasukan Siliwangi di Jawa Tengah tidak disambut dengan baik oleh divisi lain. Tidak sedikit angkatan bersenjata yang termakan isu yang disebarkan oleh Belanda. Hal ini akhirnya memecah belah kesatuan TNI di Indonesia kala itu.

Pasukan Siliwangi mendapat perlakuan tidak baik, mulai dari pengurangan jatah makan, mendapat julukan pasukan penakut, dan lain sebagainya. Kondisi tidak mengenakkan ini berakhir setelah terpecahnya pemberontakan PKI Muso di Madiun. Peristiwa ini membuktikan bahwa pasukan Siliwangi memiliki loyalitas yang tidak dapat diragukan.

Kodam III/Siliwangi memiliki kesempatan kembali ke Jawa Barat ketika terjadinya Agresi Militer II. Hingga muncul peristiwa yang paling bersejarah, yaitu Long March Siliwangi. Seluruh personel divisi ini beserta anak istrinya berjalan kaki menuju daerah asalnya untuk menancapkan kembali bendera Merah Putih di tanah Pertiwi.

Itulah sejarah pasukan Siliwangi dalam perjuangannya membela bangsa dan negara. Pasukan ini merupakan pejuang revolusi yang berjaya pada tahun 1945 hingga 1949. Sejak resmi didirikan pada 20 Mei 1971, angkatan bersenjata dengan logo macan ini sudah merasakan pahit getirnya melawan penjajah.

Exit mobile version