Mengenang Perjuangan Usman Dan Harun Pahlawan Nasional Yang Digantung Di Singapura

Usman dan Harun Prajurit Marinir Korps Komando

Sumber: jpnn.com

Militer.ID – Usman dan Harun pahlawan nasional yang namanya semakin menghilang tertelan jaman. Hukuman vonis gantung yang mereka terima tak sedikit pun menyusutkan ketegaran mereka dalam membela negara.

Kisahnya berawal pada Agustus 1957, pada saat Singapura ingin bergabung dalam negara persemakmuran, namun ditolak oleh Inggris. Kemudian pada saat  September 1963 dibentuk federasi baru bernama Malaysia yang terdiri atas negara gabungan Singapura, Kalimantan Utara (Sabah), dan Sarawak.

Kesultanan Brunei pun ingin bergabung dengan Malaysia, namun terjadi tekanan oposisi yang kuat yang akhirnya menarik diri. Alasan utama Brunei menarik diri adalah karena Brunei merasa memiliki sumber minyak yang banyak.

Pada saat kepemimpinan Presiden Soekarno  sejak awal Indonesia menentang keinginan federasi Malaya karena tidak sesuai dengan perjanjian Manila Accord. Pembentukan federasi Malaya dianggap oleh Presiden Soekarno sebagai “boneka Inggris” yang merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru dan dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakkan di Indonesia.

Setelah dikomandokannya Dwikora akhirnya Presiden Soekarno membentuk sukarelawan yang akan dikirim ke negara Singapura pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta.

Komando tersebut memiliki segi positif dan negatif. Dari segi positif perang yang akan dihadapi tidak secara frontal, sehingga hal itu akan membingungkan pihak lawan. Dari segi negatif, apabila sukarelawan tertangkap resikonya akan disiksa secara kejam.

Harun Tohir bin Mandar, Usman Janatin bin H. Ali Hasan, dan Gani merupakan anggota KKO (Korps Komando Operasi)  yang saat ini dikenal dengan Korps Marinir. Mereka bertiga yang akan diberangkatkan ke Singapura dengan perahu karet yang dipimpin oleh Usman. Tugasnya adalah menyabotase kepentingan-kepentingan Malaysia dan Singapura.

Pada tengah malam, dengan kebulatan dan kesepakatan di kota Singapura yang mulai sepi, akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan peledakan di Hotel Mac Donald yang berada di Orchad Road, yang merupakan pusat keramaian kota Singapura.

Ledakan Bom di MacDonald House Singapura

 

Pada pukul 03:07 pagi, penduduk Singapura dikagetkan oleh ledakan dahsyat seperti gunung meletus. Para penghuni hotel mewah itu berhamburan, saling berdesakkan keluar untuk menyelamatkan diri mereka masing-masing.

Tugas berhasil dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 1965. Usman dan anggotanya bertemu kembali yang diawali dengan salam kemenangan.

Karena semakin ketatnya penjagaan terhadap lawan, sehingga tak ada celah, sehingga menyulitkan Usman, Harun dan Gani untuk keluar dari wilayah Singapura. Akhirnya Usman dan anggotanya sepakat untuk menerobos penjagaan dengan mencari jalan masing-masing. Usman bersama dengan Harun dan Gani bergerak sendiri.

Usman dan Harun berjalan saling berjauhan agar tidak terlihat memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lain. Walau demikian, tetap tidak telepas dari pengawasan. Akan tetapi semua jalan yang telah mereka tempuh gagal.

Pada saat telah sampai di Pelabuhan Singapura Usman dan Harun mengendarai sebuah motorboat yang diambil dari seorang Cina. Dan dikemudikan menuju Pulau Sambu.

Manusia hanya dapat berencana. Motorboat macet ditengah laut, sebelum sampai diperbatasan perairan Singapura. Usman dan Harun ditangkap dan dibawa ke Singapura sebagai tawanan pada pukul 09:00, 13 Maret 1965.

Pada persidangan yang telah berjalan kurang lebih dua minggu, sidang pengadilan tinggi yang dipimpin oleh hakim J.Chua menjatuhi hukuman mati dengan cara digantung terhadap Usman dan Harun dengan tuduhan melakukan sabotase yang mengakibatkan meninggalnya tiga orang sipil.

Pada kasus ini Indonesia menyediakan empat sarjana hukum sebagai pembela. Namun usaha pembelaan tersebut tidak berhasil untuk menyelamatkan dua jiwa pemuda Indonesia. Dan surat penolakan datang pada 21 Mei 1968.

Hukuman gantung dlaksanakan pada tanggal 17 Oktober 1968, pukul 06:00 pagi.

Nasib kedua patriot ini juga dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia dan Pemimpin terus berusaha untuk dapat menyelesaikan masalah ini, karena merupakan masalah nasional yang menyangkut perlindungan dan pembelaan warga negaranya.

Meski Usman dan Harun selama beberapa tahun berada dibalik jeruji besi yang menyeramkan, mereka tetap menggambarkan kecerahan wajah dan kegembiraan dengan kondisi fisik yang tetap tegap layaknya seorang prajurit. Tidak memperlihatkan rasa takut maupun gelisah yang membebani mereka, meski hukuman gantung telah ditetapkan.

Presiden Soeharto menetapkan Usman dan Harun sebagai pahlawan nasional yang akan dihormati oleh seluruh rakyat Indonesia. Presiden Soeharto salut atas jasa mereka terhadap Negara.

Exit mobile version