Militer.ID – Seorang pahlawan namanya selalu patut untuk dikenang. Ada banyak cara untuk mengenang seorang pahlawan, seperi contohnya dibuatkan monumen atau ada juga yang namanya diabadikan menjadi nama jalan.
Seperti nama salah seorang pahlawan revolusi pertama dari Polri, yang namanya diabadikan menjadi nama kapal dan juga jalan, dia adalah Karel Sadsuitubun, yang telah menjadi pahlawan bangsa diusia 37 tahun.
Karel, yang pernah menjabat sebagai seorang polisi dengan pangkat Agen Polisi Kelas Dua atau sekarang Bhayangkara Dua Polisi, meninggal pada saat peristiwa G30S/PKI.
Saat itu dirinya bukan menjadi sasaran pada peristiwa Gerakan 30 September, hanya saja pada tanggal 1 Oktober 1965, anggota dari Gerakan 30 September hendak menculik yang menjadi salah satu sasaran mereka yakni adalah Jendral Besar TNI (Purn) Abdul Haris Nasution selaku ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara ke-2 dan Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia.
Baca Juga :
- T. B. Simatupang : Di Balik Perumusan Pedoman Prajurit Sapta Marga TNI
- Nurtanio Pringgoadisuryo : Perintis Industri Dirgantara Yang Terlupakan
Penculikan dilakukan karena para anggota Gerakan 30 September merasa terancam atas keberadaan Pimpinan Angkatan Darat. Hari itu Karel sedang mendapat piket untuk menjaga rumah Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena.
Karena letak rumah Jenderal Nasution berada di sebelah kediaman Leimena, akhirnya pasukan G30S/PKI selain melumpuhkan penjagaan di kediaman Jenderal Nasution, mereka juga ikut melumpuhkan penjagaan di kediaman Leimena, agar penculikan Jendral Nasution berjalan dengan lancar.
Kejam, karena pasukan tersebut langsung menghantam Karel dengan timah panas, seketika Karel pun roboh dengan bersimbah darah dan peluru para pemberontak bersarang di tubuhnya. Hal itu pun juga dikarenakan perlawanan yang tidak seimbang antara Karel dengan pasukan Gerakan 30 September yang melawan saat itu.
Dan jasadnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Letak makamnya berada di samping makam DI Pandjaitan.
Setelah kejadian tersebut, Karel dinaikkan pangkatnya secara anumerta menjadi Ajun Inspektur Polisi Kelas Dua dan pemerintah memberinya gelar Pahlawan Revolusi Indonesia.
37 tahun sebelum kematian, Karel lahir di Tual, Maluku Tenggara pada tanggal 14 Oktober 1928. Dirinya memutuskan ketika dewasa akan menjadi anggota Polri, yang akhirnya ia lulus pada saat mengikuti pendidikan polisi dan ditempatkan pada kesatuan Brimob Ambon.
Pada saat dirinya bertugas di Jakarta dan menjaga kediaman Leimena, pangkatnya pun berangsur-angsur diangkat menjadi Brigadir Polisi.
Karel menikah pada tahun 1959 dengan Margaritha Waginah dan dikarunia 3 orang anak, yaitu Philipus Sumarno, Petrus Indro Waluyo, dan Linus Paulus Suprapto. Tahun 1960, tepatnya tanggal 2 September, Karel ditugaskan selama 6 bulan ke Sumatra Barat untuk mengatasi pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Selain pernah bergabung melawan DI/TII dan PRRI, Karel juga ikut dalam operasi Trikora pembebasan Irian Barat.
Karena tercatat sebagai seorang Pahlawan Nasional, Karel Sadsuitubun namanya pun dikenal dan dijadikan nama jalan di daerah Jakarta Barat dengan disingkat menjadi KS Tubun. Namun, keluarga besarnya melayangkan protes, karena singkatan tersebut tidak benar.
Penulisan pada kata Sadsuitubun yang benar adalah digabung, tidak dipisah menjadi Sadsuit Tubun. Sehingga jika ingin disingkat, namanya menjadi K Sadsuitubun, bukan KS Tubun.
Sadsuitubun sendiri adalah merupakan nama marga masyarakat Maluku atau fam (familienam).
Dan keluarga berharap, agar pemerintah dan juga pihak terkait agar dapat segera memperbaiki penulisan nama jalan yang menggunakan nama Aipda Anumerta Karel Sadsuitubun.