Militer.ID – Setelah diproklamirkannya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, satu demi satu gangguan dan ancaman baik dari dalam maupun luar negeri yang mencoba untuk menggoyahkan ideologi Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 datang silih berganti.
Salah satu ancaman yang muncul ketika masa itu antara lain adalah Penghianatan Partai Komunis Indonesia (PKI) oleh Muso di Kota Madiun pada tahun 1948; Pemberontakan DI/TII oleh Karto Suwiryo di Provinsi Jawa Barat pada tahun 1948; Pemberontakan oleh Andi Azis di Provinsi Makassar pada tahun 1950; Pemberontakan APRA Westerling pada tahun 1950; Pemberontakan oleh Ibnu Hajar di wilayah Kalimantan pada tahun 1950; Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku pada tahun 1950 serta Pemberontakan PRRI/Permesta di Provinsi Sumatera Barat dan Sulawesi pada tahun 1958.
Namun berbagai gangguan dan ancaman tersebut dapat diatasi oleh Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) bersama dengan rakyat. Namun dengan mengamati proses perjuangan Bangsa Indonesia, dalam usia yang terbilang masih sangat belia, maka kemungkinan besar ancaman dan gangguan seperti halnya diatas bisa saja datang kapan saja.
Selanjutnya, berdasarkan Struktur Organisasi Ketetapan Nomor 5 tanggal 5 Agustus tahun 1958 di seluruh penjuru negeri telah dibentuk Komando teritorial seperti Kodam, Korem, Brigade dan Batalyon namun hal ini dirasa masih bersifat terbatas karena mengandung unsur pasukan teritorial.
Sehingga pada akhir tahun 1960 pimpinan TNI Angkatan Darat mengganggap perlunya untuk membuat satuan militer yang berkemampuan khusus dengan mobilitas tinggi serta berkeahlian lintas udara yang siap tempur serta menjalankan tugas di seluruh tanah air.
Maka dibentuklah satuan Cadangan Umum Angkatan Darat (CADUAD), dimana ide serta gagasan ini diberikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal A.H. Nasution pada tanggal 1960 dan sebagai bentuk realisasi dari ide ini, maka dikeluarkanlah Surat Keputusan Kasad Nomor KPTS-1067/XII/1960 tanggal 27 Desember 1960.
Gagasan atau ide tersebut memiliki latar belakang yang disangat mendesak, tentu saja karena keterkaitannya dengan permasalahan Irian Barat yang ketika itu sedang menghadapi permasalahan sengketa dengan pihak Belanda.
Selanjutnya untuk merealisasikan SKEP Kepala Staf Angkatan Darat tersebut, dibentuklah kelompok kerja yang dipimpin oleh Deputi I Kasad yaitu Brigjen TNI Soeharto yang beranggotakan yakni antara lain : Kolonel Inf Ahmad Wiranata Kusuma; Letkol Inf Slamet Sudibyo; Letkol Inf Muwardi; Letkol Inf Amir Mahmud; Letkol Inf Soegoro; Mayor Inf Joko Basuki dan Kapten Inf Suryo Jatmiko.
Hingga pada tanggal 6 Maret 1961 diresmikanlah Cadangan Umum Angkatan Darat (CADUAD) yang mana tanggal tersebut pada akhirnya ditetapkan sebagai hari lahirnya Kostrad serta Mayjen TNI Soeharto ditetapkan sebagai Panglima KORRA I CADUAD, dimana Kepala Staf dipercayakan kepada Brigjen TNI Ahmad Winata Kusuma.
Untuk melengkapi personel KORRA I CADUAD, banyak prajurit yang ditarik dari Kodam serta dari Pusdik masing-masing kecabangan. Sehingga pada akhirnya KORRA I CADUAD memiliki kekuatan satu divisi infanteri dengan memiliki pasukan utama sejumlah satu Brigade PARA, Satuan Bantuan Tempur (Banpur) dan Satuan Bantuan Administrasi (Banmin).
Bertepatan dengan pelantikan para taruna Akademi Militer di Yogyakarta yaitu pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Sukarno mencetuskan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang berisi :
- Gagalkan Pembentukan Negara Papua di Irian Barat.
- Kibarkan Bendera Merah Putih di Irian Barat.
- Bersiap-siap untuk mengadakan mobilisasi umum.
Dalam usia yang terbilang masih sangat muda, sejak berdiri pada 6 Maret 1961, KORRA I CADUAD diberikan kepercayaan untuk melaksanakan misi operasi Trikora Pembebasan Irian Barat dari kendali Belanda.
Untuk menindaklanjuti tugas tersebut, sehingga pada tahun 1962 dibentuk Komando Mandala di wilayah Timur Indonesia berbarkas di Makassar dengan Brigjen TNI Soeharto sebagai Panglima Mandala dengan tugas tambahan sebagai Deputi I Kasad wilayah timur.
Operasi yang melibatkan prajurit-prajurit dari TNI AD, TNI AL, TNI AU, sukarelawan dan rakyat ini diberi nama sandi Operasi Jayawijaya.
Sesuai perintah Presiden Sukarno, misi operasi Jayawijaya bermaksud membebaskan Irian Barat dari penjajahan Belanda dengan melaksanakan perang terbuka jika perundingan perdamaian dengan Belanda mengalami kebutuan.
Dalam rangka persiapan perang, pada tanggal 19 Desember 1961 dilaksanakan infiltrasi atau masuk ke daerah musuh di wilayah Fak-fak, Wagiu, Misoi, Sorong, Serui dan Kaimani.
Sehingga pada pertengahan Agustus 1962 dilakukan serbuan umum melawan penjajahan Belanda dengan sasaran antara lain yaitu wilayah Biak dan Jayapura
KORRA I/CADUAD pada serangan umum tersebut memberangkatkan satu divisi pasukan, hal ini membuat Belanda pun gentar dan menyerah tanpa syarat. Irian Barat diserahkan dengan ditandai oleh berkibarnya sang bendera merah putih tepat pada tanggal 1 Maret 1963.
Setelah Irian Barat yang berhasil masuk wilayah NKRI, operasi selanjutnya yaitu Operasi Wisnu Murti yang merupakan lanjutan dari gerakan konsolidasi yang bersifat pembinaan teritorial (Binter) dan Operasi Lintas Udara (Linud) yang bersifat tempur.
Berdasarkan pengalaman dari Komando Mandala, akhirnya Mayjen TNI Soeharto membuat staf yang intinya perlu dibentuk pasukan cadangan strategis. Hingga akhirnya gagasan ini disetujui, maka berdasarkan Skep Kasad No:KPTS 178/II/1963 pada tanggal 19 Februari tahun 1963 diputuskan bahwa KORRA I CADUAD resmi berubah nama menjadi Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Dengan tugas pokok yaitu melaksanakan operasi militer baik pada wilayah secara berdiri sendiri maupun menjadi bagian dalam suatu operasi gabungan dalam rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.