Militer.ID – Pratu Suparlan, merupakan sebuah nama landasan Pacu di Pusdikpassus. Lokasinya ada di kecamatan Batujajar, Bandung, Jawa Barat. Landasan pacu yang mempunyai panjang 1.652 meter dengan permukaan terbuat dari aspal dan ketinggian 762 mpdl. Dinamakan demikian sebagai apresiasi pada sang pahlawan yang berperang bak Rambo asal Indonesia yang gugur di medan perang, yaitu Pratu Suparlan. Landasan ini diresmikan pada tahun 1995 oleh Danjen Kopasus.
Ya, Pratu Suparlan memang patut dikenang sebagai pahlawan karena dengan gagah berani ia mengorbankan diri sendiri demi menyelematkan anggota regu gabungan Kopassus dan Kostrad saat terjadinya pembantaian Fretilin di Timor Leste.
Tahukah kamu, sebelum diakui sebagai bagian dari Indonesia, Timor Timur atau Timor Leste pernah mengalami masa kekosongan kekuasaan? Tepatnya pada tahun 1975, terjadi peristiwa revolusi Bunga di Portugal. Akibat dari revolusi ini, Gubernur terakhir Portugal Lemos Pire, tidak memperoleh bantuan sama sekali, dan akhirnya Timor Timur malah diduduki Fretilin, yang merupakan partai politik Komunis dan berusaha merebut kekuasaan di wilayah tersebut.
BACA JUGA :
- Kisah Operasi Pasopati 2 – Pengabdian di Nanggroe Aceh Darussalam
- Penangkapan Menteri Keuangan GAM Oleh Kopassus Pimpinan Mayor Sutiyoso
- Mengenal Tim Alfa 29 : Eksekutor Pada Operasi Tinombala
Namun sayangnya dalam masa perebutan kekuasaan wilayah Timor Timur, Fretilin dengan kejam melakukan pembantaian pada lebih 60 ribu orang warga sipil yang ingin berintegrasi dengan Indonesia. Karena kondisi ini dinilai sangat genting, Indonesia diminta bantuan oleh mereka yang ingin berintegrasi. Akhirnya pasukan gabungan dipilih untuk ikut serta membantu menyelamatkan kondisi tersebut.
Saat itulah perjuangan Suparlan bermula, saat 1 unit gabungan beranggotakan 9 orang (4 orang anggota Kopassus, 5 orang anggota Kostrad) di bawah pimpinan Brigjen Purn, yaitu Lettu Poniman Dasuki melakukan patrol di “Zona Z”, tiba di kawasan Timor pedalaman.
Zona yang dikenal masih rawan akan bahaya ini saat itu terindikasi menjadi bagian daerah konsentrasi tokoh-tokoh Fretilin, seperti Lere, Xanana dan Lobato. Disamping itu, terkonsentrasi juga 300-an Fratilin yang mempunyai senjata campuran, serta pasukan unggul, dan kebanyakan merupakan mantan Tropaz Portugal yang memiliki pengalaman dalam medan pertempuran, seperti Mozambique.
Awalanya Tim Kopassus dan Kostrad asal Indonesia ini berencana melakukan penyergapan pada pos Pengamatan Fretilin, namun setelah berhasil melumpuhkan pos tersebut tiba-tiba muncul pasukan Fretillin dari berbagai arah dengan pasukan yang lebih banyak, baku tembak pun tidak bisa dihindari.
Baku tembak senjata tentunya tidak akan bisa dihindari dan dimenangkan, karena anggota Kopassus Kostrad kalah jumlah dengan Fretilin. Akhirnya unit gabungan tersebut benar-benar terdesak, mereka dikepung. Hujan peluru terus menghunjani mereka tanpa henti.
Anggota Kostrad merupakan personel gabungan yang tumbang duluan, dan langsung gugur di tempat pertempuran, lalu disusul oleh 3 orang lain dari formasi paling belakang yang juga diserang oleh tembakan. Tersisa 5 personil yang masih selamat namun terkepung dengan todongan senjata. Mereka tetap bertahan mati-matian.
Karena semakin kalah jumlah, pasukan gabungan memutuskan untuk mundur setapak hingga sampai pada bibir jurang, mereka masih mencari cara bagaimana meloloskan diri dari killing ground tersebut.
Hanya ada satu celah untuk bisa meloloskan diri dari kepungan pasukan Fretilin yaitu melewati bukit, namun sangat membutuhkan waktu yang cepat, karena mereka harus bisa melintas bukit tersebut sebelum pasukan Fretilin menutup celah.
Komandan unit memberikan perintah pada personil yang tersisa untuk menutup celah, dan Pratu Suparlan lah yang bertugas paling depan. Bukannya mendengarkan perintah komandan, Pratu tetap menjaga semua anggota gabungan tersebut, ia memberanikan diri untuk menghambat pasukan Fretilin yang menyerang semakin brutal.
Ya, dari sinilah Suparlan benar-benar menunjukan sifat kepahlawanannya, ia berdiri sebagai laki-laki, prajurit, korps, dan juga negaranya.
Tanpa menghiraukan peringatan dari pimpinan untuk segera mundur, Suparlan malah membuang senjatanya dan mengambil FN Minimi (Senjata otomatis) milik rekannya yang sudah gugur duluan. Suparlan kemudian berlari menghampiri pasukan Fretilin yang sudah siap dengan todongan senjatanya. Namun dengan beraninya ia sambut menggunakan siraman minimi.
Ia jatuh bangun karena terkena serangan tembakan yang mendarat tepat di tubuhnya. Menurut pasukan Fretilin yang berhasil tertangkap dan juga saksi mata peristiwa tersebut, Suparlan mengamuk bak banteng, dalam keadaan terluka ia tetap mengejar mereka sampai ke dalam semak persembunyian.
PDL yang dikenakan Pratu Suparlan mulai berubah warna, menjadi merah darah. Suparlan benar-benar menyerang hingga ia kehabisan amunisi. Karena kekurangan darah kondisinya mulai melemas, tapi ia tetap menyerang musuh dengan pisau.
Ya, sampai pada titik terlemah Suparlan masih saja bertarung satu lawan satu dengan pasukan Fretilin menggunakan pisau. Ia berhasil merobohkan 6 anggota Fretilin. Akhirnya Suparlan pun ikut gugur di tengah pasuk Fretilin.
Berkat keberanian dan perjuangan Suparlan, pasukan Indonesia yang masih tersisa bisa menyelamatkan diri dan membunuh beberapa pasukan Fretilin.
Atas jasanya lah, nama Pratu Suparlan benar-benar di abadikan dengan pahatan yang tersimpan di atas granis hitam Monumen Seroja, Markas Besar TNI daerah Cilangkap dan juga diabadikan sebagai nama sebuah landasan. Ia juga dianugerahkan kenaikan pangkat menjadi seorang Kopda.
Cerita akan keberanian Pratu Suparlan menjadi bukti sejarah akan perjuangan pahlawan Indonesia. Menceritakan dan mendengarkan sejarah sangatlah mudah, namun mengalaminya menjadi hal yang sangat menegangkan. Harus ada pupuk keberanian untuk bisa menjadi The Next Suparlan.
Walaupun saat ini Indonesia sudah tidak dalam keadaan mencekam lagi, bukan berarti kamu tidak bisa berjuang untuk Negara. Pendidikan dan memberikan prestasi bagi Negara bisa menjadi jalan lain agar kamu bisa menghargai para pahlawan yang gugur untuk Indonesia.