Militer.ID – Terbentuknya Brimob tidak akan luput dari sejarah perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Peringatan kelahiran Brimob biasanya akan diperingati setiap tanggal 1 Juli, karena tepat di tanggal tersebut tahun 1946, pemerintah menetapkan peraturan mengenai Jawatan Kepolisian Negara yang secara langsung akan bertanggung jawab pada perdana menteri.
Saat itu, Sutan Syahril merupakan posisi kepala pemerintahan. Namun, bukan berarti sebelum tahun 1946 Indonesia tidak memiliki polisi. Karena jauh sebelum benar-benar terbentuk kepolisian khusus miliki negara ini, sudah banyak pemuda Indonesia yang masuk dalam jajaran kepolisian didikan tentara Jepang serta Kolonial Belanda.
Biar begitu, tidak sedikit polisi yang dilatih oleh Jepang malah mendukung kemerdekaan Republik Indonesia dengan berani.
SEJARAH BRIMOB
19 Agustus 1945, pasca hari kemerdekaan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) mulai dipulangkan ke kampung halaman masing-masing, senjata yang dipakai untuk perang pun diambil. Artinya tidak ada kekuatan militer yang secara mutlak diserahkan kepada RI. Namun di sisi lain ternyata polisi Jepang masih saja mengangkat senjata untuk tujuan ketertiban.
Beruntunglah tidak sedikit pemuda Indonesia yang sadar akan kondisi negara. Mereka yang masih ingin membakar semangat perjuangannya kembali bergabung ke dalam anggota Takubetsu Kaisatsutai (Polisi Istimewa di wilayah Kota Surabaya) yang merupakan satuan polisi bersenjata layaknya Brimob masa kini.
20 Agustus 1945, saat tengah hari, beberapa anggota polisi warga Indonesia yang digawangi Jepang dan bertugas di Surabaya berkumpul untuk menyampaaikan dukungannya pada Republik Indonesia. Anggota yang berkumpul diantaranya, Ajun Inspektur I. Soetarjo, Komandan Polisi Surip, Komandan Polisi Abidin, Komandan Polisi Musa, dan Inspektur Polisi I. M. Jassin. Pembicaraan tersebut memutuskan bahwa mereka harus segera bergerak, karena Republik Indonesia tidak akan eksis jika para aparat Jepang tidak kunjung melucuti senjata serta wewenangnya.
BACA JUGA :
- Sejarah Kostrad – Komando Strategis Angkatan Darat
- Korps Kavaleri – Kombinasi Mematikan Bersama Pasukan Tempur Infanteri
- Mengenal Satuan Bravo 90 : Pasukan Khusus TNI AU
Anggota polisi sudah mengetahui bahwa persenjataan berat kesatuan mereka tersimpan di gudang, akhirnya mereka membuat sebuah rencana akan menahan markas dan memutuskan hubungan telepon dari luar. Kemudian membongkar gudang senjata, mengeluarkan semua perbekalan, termasuk mobil yang berlapis baja serta truk.
Saat rencana sedang dijalankan di antara mereka ada yang sangat semangat, sebagian ada juga yang masih merasa ragu. Namun, rencana tetap rencana, jika ditunda maka mereka akan kehilangan banyak waktu, akhirnya pergerakan mulai dilakukan dengan mengubur dalam-dalam rasa ragu tersebut.
M. Jassin menjadi pemimpin pergerakan tersebut. Jaringan telepon dimatikan agar orang-orang Jepang tidak dapat terhubung dengan aparat Jepang lainnya, kemudian para pemimpin kepolisian mereka tahan. Rencana berjalan dengan lancar tanpa adanya perlawanan dari orang-orang Jepang.
Mengapa tidak ada perlawanan? Karena mereka sadar bahwa negara mereka telah kalah sejak kabar pemboma Hiroshima dan Nagasaki.
21 Agustus 1945, tepat pada pukul 7 pagi, anggota polisi yang sukses menjalankan rencananya melakukan apel. Mereka menyampaikan pada anggota lainnya bahwa mereka akan berdiri secara langsung di belakang pemerintahan Indonesia yang baru saja terbentuk. Pasukan yang di pimpin Jassin memposisikan diri mereka sebagai salah satu satuan tempur yang memiliki kelengkapan persenjataan.
Saat hari itu juga kepolisian yang dibentuk Jepang di Surabaya digantikan posisinya oleh Jassin dkk. Mereka mulai menyatakan pada Indonesia, bahwa mereka adalah Polisi Republik Indonesia, karena Republik Indonesia sama sekali belum memiliki tentara. Sedangkan untuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dianggap sebagai cikal bakal terbentuknya tentara nasional baru akan diputuskan pada keesokan harinya, yaitu 22 Agustus 1945, sehari setelah Jassin memproklamasikan posisinya dengan anggota polisi lainnya.
Setelah terbentuknya BKR, kemudian muncul TKR atau Tentara Keamanan Rakyat pada tanggal 5 Oktober 1945. Jassin dan anggota kepolisian lainnya tidak bergabung dan tetap memilih menjadi Polisi. Di sisi lain tidak sedikit satuan TKR yang kekurangan cadangan senjata, dan pasukan yang dipimpin Jassin masih unggul dengan kepemilikan senjata terlengkap. Pasukan Jassin pun terlibat dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Menurut Jendral Sudarto mantan Tentara RI Pelajar (TRIP) yang ikut serta dalam pertempuran tersebut mengatakan bahwa sangat omong kosong jika ada yang menyatakan bahwa pada bulan Agustus RI mempunyai kesatuan bersenjata lengkap. Yang ada hanyalah pasukan kepolisian yang dipimpin Jassin. Tanpa peran mereka, tidak akan ada peristiwa yang terjadi di Surabaya tanggal 10 November 1945.
Selain pada peristiwa yang terjadi tanggal 10 November, pasukan kepolisian yang dipimpin Jassin juga sangat berani menghadapi warlord, Mayor Sabaruddin. Nama terakhir yang merupakan perwira pelaku penculikan Jenderal Mayor Muhammad saat ada rapat dengan Jenderal Sudirman di Yogyakarta. Ia merupakan tokoh yang cukup ditakuti.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1946 pasukan pramiliter Brimob mulai ikut serta ke dalam sejarah revolusi kemerdekaan RI untuk melawan Belanda. Bahkan dengan berani mereka terjun dalam operasi militer yang memberantas para pemberontak dan operasi Trikora untuk pembebasan Irian Barat.
Jassin pun belakangan diangkat menjadi Jenderal Polisi, salah satu Pahlawan Nasional yang juga dikenal sebagai Bapak Brigade Mobil. Selain Jassin, anggota Brimob lain yang juga gugur menjadi Pahlawan adalah Karel Satsuit Tubuh, ia gugur saat peristiwa G30S.
Itulah sejarah Brimob, yang hanya diingat sebagai salah satu pasukan bersenjata lengkap miliki Kepolisian yang didirkan oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir.